Menemukan Jati Diriku Di Bumi Sriwijaya

Suara lantunan kokok ayam menjadi alarm bangun tidurku setiap paginya. Aku terbangun lalu melirik jam dinding, sudah waktunya melaksanakan kewajibanku melaksanakan perintah-Nya Shalat Shubuh. Aku berdoa dan memohon, agar cita-citaku dapat terkabulkan. Iya cita-cita yang sederhana tapi memiliki history yang wonderful yaitu bisa berkeliling kota-kota di Pulau Jawa.

Pagi yang cerah disambut matahari terbit sebelah timur, aku memulai aktivitas dengan menjemur diri di atas loteng rumah dengan maksud agar kulit mendapatkan vitamin D dan untuk meningkatkan kebugaran pernapasan. Tidak! bukan kebugaran napas saja tapi juga sebagai relaxing hati dan pikiranku. Aku memikirkan bagaimana cita-citaku bisa terkabul dan bisa menemukan jati diriku. Aku memejamkan mata dan mulai mengkhayalkan kalau aku sedang di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, dan terbang ke Jakarta. Aku mulai di Jakarta menaiki Damri menuju Bandung katanya terkenal dengan sejuta kuliner, lalu aku lanjut menaiki kereta api di stasiun Bandung yang terkenal dengan Stasiun Hall. Selanjutnya aku ingin mengenal Kabupaten Ciamis yang mana ada objek wisata Ngarai Hijau atau Green Canyon. Ingin menikmati aliran air sungai Cijulang yang kedua sisinya memiliki pemandangan indah. Lanjut aku berhenti di daerah Nusakambangan yang terkenal dengan pantai-pantai menawannya salah satunya pantai Permisan yang biasa didatangi keluarga pejenguk napi. Memiliki keindahan yang masih perawan yang masih jarang dijamah oleh masyarakat dan para turis. Lanjut aku menginginkan ke daerah.... tok tok tok... gendang telingaku menangkap suara tapak kaki yang mendekat. Perlahan aku membuka mata, dan melihat senyum sumringah dari bibir kecil darinya, yaitu ibuku tercinta.

Kamu kenapa tidur di sini nak?

Aku sedang memikirkan apa yang harus aku lakukan untuk mengisi waktu kosongku esok harinya bu.

Memang kamu sedang mikirkan apa nak?

Aku sedang bermimpi sederhana bu, kalau aku sedang traveling mengelilingi pulau Jawa.

Hahaha...

Kenapa tertawa bu? ada yang lucu.

Tidak ada, kamu ingin berkeliling dan mengenal kota-kota luar sana, sekarang ibu boleh tanya sesuatu?

Tanya apa bu?

Apa kamu sudah mengenal kotamu disetiap sudutnya?

Sejenak aku berpikir dan terdiam seribu bahasa. Lalu ibuku membelai rambutku dengan tangan halusnya dan tersenyum kembali.

Belum bukan?

Aku kembali diam dan memindahkan kepalaku kedalaman pangkuan ibuku karena bingung harus jawab apa.

Katanya kamu memiliki mimpi sederhana, tapi kenapa harus diluar kota kelahiranmu sendiri, coba mulailah mengenal kotamu sendiri baru mengenal kota lain.

Lalu dari mana aku harus memulai mengenal kotaku sendiri bu. Apa yang harus aku lakukan?

Kenapa harus bingung, kamu sekarang tinggal di daerah mana?

Kita tinggal di daerah 32 Ilir, salah satu tempat kerajinan songket.

Nah itu, mulailah travelingmu di kota kelahiranmu sendiri, dari mulai keluar depan rumah, kamu bisa berjalan ke Jalan Ki Gede Ing Suro 30 Ilir, kamu tahu Ki Gede Ing Suro itu siapa?

Siapa maksudnya apa bu? Ki Gede Ing Suro kan nama jalan rumah kita.

Memang betul nama jalan tetapi Ki Gede Ing Suro itu adalah seorang bangsawan elit dimasa itu. Beliau dan bersama saudaranya bernama Ki Gede Ing Ilir, merekalah yang pertama meletakkan sistem kerajaan Palembang. Dan sekarang sepanjang jalan ini merupakan tempat kerajinan songket.

Lalu bu?

Kamu tahu songket merupakan kain khas kota Palembang, yang mana biasanya songket sering dipakai saat pesta atau perayaan pernikahan. Songket memiliki macam-macam nama, salah satu paling terkenal adalah songket jantung. Yang terbuat dari benang emas asli yang tidak mudah putus. Harganya pun cukup mahal bahkan orang-orang diluar sana maupun diluar negeri pun rela mengocek kantong mereka untuk membeli songket tersebut sampai ratusan juga.

Wah bu, songket berarti banyak dicintai semua orang Palembang yaa bahkan sampai luar negeri sana. Oyah setahu aku, songket sudah diberikan Hak Paten dan dilindungi Dirjen Hak Kekayaan Intelektual RI.

Iya betul agar songket tidak terlupakan dan tidak lenyap dimakan zaman, bahkan perajin songket yang ada didaerah 30 Ilir ini masih menyimpan songket Jantung yang berusia puluhan tahun karena nilai sejarahnya itu belum bisa terbayarkan dengan uang.

Ini bener-bener wonderful wisata. Sepertinya aku harus mengenal kota ini lebih dalam setiap sudutnya.

Iya karena Sumatera Selatan ini juga kaya akan kebudayaannya dan juga sekarang kota kita sudah bertahap internasional.

Lalu bu, aku mulai kemana lagi?

Kamu ada uang 10000 nggak?

Buat apa bu?

Dengan tertatih-tatih aku kebawah dan membuka dompet dan kembali lagi keatas rumah dengan membawa uang 10000.

Bu ini uangnya.

Nak, lihatlah gambar yang ada di uang ini?

Rumah bu.

Ini bagian kebudayaan Sumatera Selatan juga, ini rumah limas.

Dari namanya limas berarti rumah ini berbentuk limas ya bu?

Iya benar nak, keunikan rumah limas ini berbentuk panggung dan ia juga memiliki tingkatan-tingkatan di dalamnya. Tingkat-tingkatan tersebut dinamakan bengkilas. Saat kita mulai masuk ke lantai 2 nya atau terasnya, tempat ini biasanya digunakan untuk hajatan acara adat. Setahu ibu setiap tingkat rumah limas itu ada 5 tingkatan artinya ada 5 jenjang kehidupan masyarakat. Tingkatan ke-5 biasanya untuk rakyat jelata atau rakyat biasa bukan dari bangsawan. Tingkatan ke-4 untuk bangsawan yang bergelar Kiagus dan Nyayu. Lalu di tingkatan ke-3 untuk bangsawan bergelar Kemas dan Nyimas. Di tingkatan ke-2 untuk bangsawan bergelarkan Masagus dan Masayu dan pada tingkatan pertama untuk bangsawan bergelar Raden dan Raden Ayu.

Berarti ibu berada ditingkatan ke-4.

Hahaha, iya nak tapi sekarang tidak dipergunakan lagi tradisi seperti itu.

Mungkin pada saat para bangsawan berkumpul mereka menyantap pempek ya bu hahaa, makanan tradisional Palembang.

Kalau soal itu ibu kurang tahu nak haha..

Bu tapi aku juga ingin destinasi pemandangan alam, di sumatera selatan ini nggak ada pantai.

Siapa bilang Sumatera Selatan nggak ada Pantai. Sepanjang pesisir timur Sumatera Selatan dapat dijumpai Pantai, yang sekarang sudah dibangun Pelabuhan Tanjung Api-api. Disana kamu bisa menikmati desiran angin berhembus dengan ombak yang berdebur kencang sebagai musik pengiringnya.

Hari demi hari, Sumatera Selatan menjadi topik favorit obrolan kita. Aku mulai banyak bertanya akan kebudayaan Sumatera Selatan. Kau berusaha menyatukan rasa cinta dengan keunikan dan kebudayaan Palembang. Sama halnya Palembang yang memiliki dua daratan ilir dan ulu yang disatukan oleh Jembatan Ampera.

Lalu kita mencoba membandingkan Venesia dengan Sungai Musi. Kau bercerita transportasi utama di Venesia adalah perahu sama halnya Sungai Musi pada zaman dulu transportasi utama adalah perahu, yang sekarang masih banyak digunakan warga Palembang untuk wisata air, untuk menyeberang dari ilir dan ulu dan sebaliknya. Dan keunikan lainnya Sungai Musi merupakan saksi bisu tempat perdagangan rempah-rempah jaman dahulu. Bahkan sekarang pun warga Palembang masih menggunakan perahu-perahu untuk berdagang, yang sekarang berdiri kokoh menjadi gedung Pasar 16 ilir yaitu pusat pembelanjaan tradisional Palembang.

Keunikan lain dari Sungai Musi, sepanjang pinggiran Sungai Musi terdapat rumah terapung dan bahkan ada rumah limas yang sudah usang tetap kokoh berdiri dipinggiran sungai. Disudut ilir terdapat Benteng Kuto Besak yang merupakan bangunan keraton pada abad XVIII menjadi pusat kesultanan Palembang. Dan pemandangan lain pada sudut ulu terdapat kampung kapitan yaitu jejak peradaban Tionghoa di Palembang. Peradaban Tionghoa yang lain adalah adanya pulau kemaro yang terdapat ditengah-tengah sungai Musi. Konon katanya pulau kemaro muncul sendiri setelah Pangeran Tan Bun An terjun ke sungai untuk mengambil 7 guci yang berisi emas yang telah ia buang lalu menyusul putri Palembang, Siti Fatimah terjun juga karena kesetiaannya kepada pangeran yang ia cintai. Sekarang pun pulau kemaro sebagai tempat rekreasi dan juga sering diadakan acara cap go meh setiap tahun baru imlek.

Ada makna lebih dibalik senyumanmu, seperti kau menanamkan makna history Sumatera Selatan. Dengan penuh semangat aku berbicara Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin atau biasa disebut Masjid Agung Palembang. Bertambah cantiknya masjid Agung ini yang terdapat 3 arsitektur, yaitu Indonesia, China dan Eropa.

Lalu dilain waktu, kau mengetuk pintu kamarku dan menunjukkan selembar kertas bergambar ternyata sebuah peta Sumatera Selatan.

Nak, lihat peta ini, masih banyak destinasi yang bisa kita explore dari Sumatera Selatan ini.

Jari telunjukmu mengarahkan ke Kota Pagar Alam, kota yang terkenal dengan semboyan Pagar Alam secerah alam. Kota ini  mempunyai kekayaan alam yang tidak bisa dihitung dengan jari.

Kita tidak perlu jauh-jauh pergi ke Bandung untuk menikmati udara sejuk, Kota Pagar Alam pun tak kalah sejuk seperti Bandung. Kau bisa menikmati pemandangan alam yang menawan disana, indahnya gunung Api Dempo yang dilerengnya terdapat perkebunan teh. Kota Pagar Alam ini juga dikelilingi pegunungan Bukit Barisan.

Gunung dempo ini juga menjadi tempat favorit mahasiswa pecinta alam untuk hiking dan trekking bu. 

Apa hiki dan tiking?

Bukan bu, hiking dan trekking itu sejenis kegiatan yang dilakukan dengan berjalan kaki untuk menikmati keindahan panorama alam seperti meneluri hutan, perbukitan dan gunung.

hahaha ibu jadi teputes, itu namanya naik gunung.

Teputes? 

Timbul tanda tanya dikepalaku, apa itu teputes? Ibu yang memandang dahiku yang berkerut lalu menyentuh lembut dahiku.

Jangan bingung, teputes itu bahasa Palembang asli dijaman dulu. Teputes artinya pusing.

Bukannya pusing itu bahasa Palembangnya pening?

Pening memang bahasa palembang, kamu harus tahu bahasa Palembang asli itu hampir mirip dengan bahasa Jawa, seperti kulo artinya aku. Dahulu juga menggunakan kulo, istilahnya itu bahasa Palembang halusnya.

Ternyata bahasa Palembang aslinya sudah hampir musnah ya bu...

Iya, karena sekarang sudah termakan oleh waktu yang tiap harinya kebudayaan western mempengaruhi generasi muda.

Jadi bahasa Palembang hampir mirip dengan bahasa Jawa ya bu. 

Bahasa kita hampir sama dengan bahasa Jawa karena bahasa Palembang ini berasal dari bahasa melayu tua yang menyatu dengan bahasa Jawa.

Sriwijaya juga ada keterkaitannya dengan dinasti sailendra, karena adanya nama sailendravamsa pada beberapa prasasti diantaranya prasasti Kalasan di Pulau Jawa. Mungkin itu juga menjadi bahasa kita sama dengan bahasa jawa ya bu, itu aku pernah baca sih di ensiklopedia.

Ibuku tersenyum manis sambil menepuk bahuku, didalam matanya seakan menggambarkan kebanggaannya pada budaya Sumatera Selatan ini.

Ibu senang kamu mulai mengetahui sedikit demi sedikit kebudayaan dan sejarah Sumatera Selatan.

Aku tertunduk malu sambil tersenyum kecil.

Kita dapat melihat peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ditemukan beberapa penemuan purbakala.

Aku pernah piknik makan durian bu disana bersama teman-teman kuliahku dulu. Disana, terdapat bukit kecil kira-kira tingginya 29-30 m dari permukaan laut. 

Dipuncak bukit itu terdapat beberapa makam leluhur warga palembang yang dipercaya.

Yang aku tahu ada makam Putri Kembang Dadar.

Tidak hanya Putri Kembang Dadar, ada juga makam Panglima Tuan Junjungan dan makam leluhur lainnya. Lalu tempat apa lagi yang ingin kamu ketahui nak?

Kupegang peta itu lalu bola mataku melirik kekiri dan kekanan, akhirnya Kabupaten Muara Enim membuatku penasaran.

Bu, apakah ada tempat wisata disini?

Tentu ada, disana ada kembaran Candi Prambanan yang dinamakan Candi Bumi Ayu. Candi ini merupakan peninggalan Hindu dari aliran Siwa dan Candi Hindu ini juga terbesar diluar pulau Jawa.

Masih banyak tempat wisata yang belum aku ketahui di Sumatera Selatan ini. Bahkan di Sumatera Selatan ini sendiri masih ada peninggalan prasasti yang perlu dijaga.

Jadi mulailah mengenali sejarah dan budaya Sumatera Selatan agar tidak punah dan generasi kamu ini bisa menjaganya sampai ke cucu dan cicit berikutnya.

Kalau wisata alam air terjun, ada tidak bu di daerah Sumatera Selatan?

Air terjun juga banyak di daerah Sumatera Selatan, mari kita lihat peta Kabupaten Lahat.

Hati aku semakin excited dan makin mengagumi Sumatera Selatan, sayangnya aku hanya bisa mendengar cerita dari ibuku.

Di Lahat terdapat Air Terjun Bidadari yang terletak di Desa Karang dalam Kecamatan Pulau Pinang. Dan harus kamu ketahui disekitar Air Terjun Bidadari masih ada 3 air terjun lagi, yaitu Air Terjun Bujang Gadis, Air Terjun Sumbing, dan Air Terjun Naga.

Astagaaa, banyak sekali air terjun di sana, kenapa aku tidak tahu tentang hal itu.

Aku bertanya segalanya tentang Sumatera Selatan, karena sepertinya kau mengetahui semua jawabannya.

Kita saling memandang, kita saling melontarkan senyuman, seakan-akan obrolan ini tidak ada putusnya. Tanpa aku sadari, ibuku telah menanamkan kecintaanku terhadap kebudayaan setiap sudut Sumatera Selatan. Tak terasa obrolan ini membuat perutku berteriak lapar. Di dapur ibuku sudah menyajikan pindang tulang. Pindang tulang ini makanan favorit kami berdua, dengan kuah kentalnya yang terasa sedikit pedas kami lahap dengan nikmat.

Bu selain pempek, makanan khas palembang yang lainnya juga adalah pindang tulang ini. 

Betul nak, ada juga pindang dari ikan gabus, sedangkan di Kabupaten Jejawi OKI di Dusun Muara Batun, banyak penjual pindang burung. Disana terkenal dengan kuliner pindang burungnya yang memiliki cita rasa yang khas.

Mendengar kuliner perutku makin terasa lapar 2x lipat. Tidak disangka selain kaya akan kebudayaan, Sumatera Selatan juga kaya akan kuliner yang bisa memanjakan lidah para wisatawan.

Di sore hari, aku menyirami Bunga Melati yang ada dihalaman rumahku. Saat aku menikmati matahari sore sambil menghirup aroma bunga melati di udara, tiba-tiba disaku celanaku berbunyi sesuatu. Itu handphoneku berbunyi, bergegas aku melihat handphoneku. Ada sebuah pesan masuk dari sahabatku. Maman nama panggilannya, dia teman akrabku sewaktu kuliah. Pesan singkatnya berisikan bahwa akan ada event gerhana matahari total pada tanggal 9 Maret nanti. Untuk merayakan fenomena alam yang hanya terjadi 100 tahun sekali ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Selatan mengadakan lomba blog bertema Wonderful Sriwijaya.

Otak kiriku mulai bereaksi, seakan memberikan sinyal "inilah jalanmu untuk bisa mengenal lebih dalam setiap sudut Sumatera Selatan". Seperti yang ada di lirik lagunya Pempek Lenjer "pempek lenjer oh pempek lenjer, siapo jingok pastilah ngiler", ibaratnya Sumatera Selatan adalah pempek lenjer, pasti wisatawan tergoda untuk berkunjung.

Melalui tulisan blog ini, aku berharap bisa seperti ibuku mencintai dan melestarikan kebudayaan kota ini dan menemukan jati diriku sebagai "wong kito galo", sekaligus bisa membuat para wisatawan tergoda akan tempat wisata dan kebudayaannya yang menonjol di Sumatera Selatan terutama Kota Palembang. (shintaannisa)

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.